Sosiologi Islam dan Pandemi covid 19


Covid 19 merupakan wabah yang sangat mengerikan dibandingkan dengan wabah lain yang sudah menghantui bumi ini, penyebarannya yang sangat cepet membuat masyarakat merinding, kedatangannya seakan bencana bagi sekitarnya, virus ini tidak hanya menimbulkan keresahan, tapi juga menimbulkan permusuhan bagi masyarakat yang kurang terpelajar dan kurangan rasa empati pada sesamanya.
Virus Corona hadir ditengah-tengah keramaian sebagai antitesa dari peradaban modern, perdaban yang tidak percaya pada narasi besar (Grean Narative) peradaban yang identik akan individualistik dan saling berebut akan kekuasaan, peradaban yang kaya akan ilmu pengetahuan dan miskin akan hati nurani, basis kekuatan yang berpusat pada uang dan analisis, hingga lupa pada kukuatan yang ada diluar dirinya (Allah).
John Locke dengan teori kontrak sosialnya menegaskan bahwa alam mepunyai hak prograritif mengembalikan stablitas di dunia, virus corona hadir sebagai jalan mengembalikan pola pemikiran masyarakat yang cenderung egosentris, pada pola pikir yang  klasik yang berbasis pada hidup bersama adalah tanggung jawab bersama, supaya pola penindasan didunia bisa di minimalisir.
Physical distancing (diam dirumah) merupakan alternative pemerinta mengurangi penyebaran virus ini, maski pada akhirnya menyebabkan problem di masyarakat. Indonesia yang katanya ramah lemah lembut, hal itu hanya sebatas fantasi, saat membaca berita kompas.com tetang kejadian penulakan pemakaman jenazah seorang perawat di RSUD Kariadi Semarang, disebabkan dia terkena Covid 19.
Kekhawatiran yang berlebihan disebabkan pengetahuanya yang terlalu dangkal tapi merasa sedalam samudra, hingga pengetahuanya melupakan arti kemanusiaan. Diogenes mengatakan bahwa dia sudah tidak menemukan manusia lagi ditengah masyarakat, hilangnya kemanusiaan disebabkan oleh ambisinya, ambisinnya mengusir perawat meski tidak punya pengetahuan yang cukup tetang dunia kesehatan, sehingga yang terpancar hanya sifat hewani yang tidak punya perasaan.
Seorang ilmuan Islam Imam Nawawi al-Jawi menyebutkan dalam kitabnya Nashaih al-Ibad hakikat adanya regulasi tetang larangan dan perintah identic dengan dua tujuan. Pertama untuk mengagungkan Tuhan. Kedua untuk menumbuhkan belas kasih antar sesama manusia, semisal tentang wajibnya membayar zakat, sebagai jalan orang kaya memikirkan orang miskin dalam menjalankan hidupnya
Nabi Muhammad sebagai representasi murni dari ajaran Islam, mengajarkan akhlak dan kasih sayang akan sesama. Ketika dulu waktu perang Uhud Nabi diminta oleh salah satu sahabat untuk mendoakan kebinasaan Musyrik, Nabi menjawab “saya diutus bukan untuk mencela melainkan sebagai rahmat” apa landasan dasar kita melecehkan atau mengihina orang lain, pantaskah kita menghina ketika kita kedudukanya di mata Tuhan sangat hina.
Ahmad Syakr al-Subaihi dalam bukunya yang berjudul Mustaqbal al-Mujtama’ al-adani fi al-Alam al-Arabi menyatakan dalam kehidupan bernegara penting adanya solidaritas dan tolerasi guna membangun komitmen moral dan al-Quran juga mengakui dan menghargai perbedaan sebagai fitrah manusia. Dari perbedaan itu bukan lantas kelompok yang besar menindas kelompok yang kecil.
Menjaga stablitas negara khususnya dan bumi pada umumnya, merupakan fitrah manusia sebagai pengganti Tuhan di dunia, tidak ada satu orang_pum didunia ini mempunyai hak untuk menindas, supaya ketenraman dan kelanjutan kehidup terus saja berjalan, mendahulukan kepentingan bersama adalah awal terciptanya harmunisisi di dunia ini.
Covid 19 memang satu penyakit yang meyeramkan. Rasa kawatir dan rasa takut merupakan kodrat manusia, tetapi dari hal itu tidak pantas bagi kita menghakimi dan mendiskreditkan orang yang terkena penyakit tersebut, mereka yang tersangkit penyakit meraka yang terkena musibah, sehingga tidak pantas bagi kita menambah musibahnya dengan mencaci atau mendiskreditkanya.
Uluran tangan dan memberi semangat hidup merupakan kewajiban bagi kita, untuk meringankan beban yang sudah dideritanya, saling merangkul merupakan salah-satu cara menimmalisir penyebaran virus ini, tidak elok kiranya apabila kasus seperti di atas terjadi lagi di negara Indonesia ini, negara yang masyarakatnya di dominasi Islam tidak seharusnya menindas atau menyakiti orang lain, ajaran Islam sama sekali tidak pernah mengajarkan hal tersebut.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama